Minggu, 05 Juni 2011

SEJARAH KOTA PEKALONGAN


Asal usul nama Kota Pekalongan sebagaimana diungkapkan oleh masyarakat secara turun temurun terdapat beberapa versi. Salah satunya disebutkan adalah pada masa Baurekso menjadi Bupati Pekalongan dan juga sebagai Tokoh Panglima Kerajaan Mataram. Pada tahun 1628 beliau mendapat perintah dari Sultan Agung untuk menyerang kompeni di Batavia. Maka ia berjuang keras, bahkan diawali dengan bertapa seperti kalong / kelelawar (bahasa Jawa topo ngalong) di di hutan gambiran (sekarang : kampung Gambaran). Dalam pertapaannya diceritakan bahwa Ki Baurekso digoda dan diganggu prajurit siluman utusan Dewi Lanjar, namun tidak berhasil bahkan Dewi Lanjar dipersunting Baurekso sebagai isterinya. Sejak saat itu, daerah tersebut terkenal dengan nama Pekalongan. Dalam versi lain disebutkan bahwa nama Pekalongan juga berasal dari kata Apek dan Along (bahasa jawa : apek (mencari), along (banyak). Hal ini berkaitan dengan perairan laut di daerah Pekalongan yang kaya hasil ikannya.

Kota Pekalongan adalah salah satu dari 35 Kota / Kabupaten di Wilayah Propinsi Jawa Tengah. Dalam Perkembangannya menuju persaingan bebas, Pemerintah Kota Pekalongan terus berbenah menggali potensi-potensi yang ada. Selama ini Kota Pekalongan telah dikenal sebagai KOTA BATIK yang merupakan sentra produksi dan penjualan Batik dalam skala besar yang telah menjangkau Pasar Nasional maupun Internasional., Kota Pekalongan boleh dikatakan telah menjadi salah satu kota referensi bagi produk-produk Batik, baik secara Nasional maupun Internasional hal ini diperkuat dengan telah diresmikannnya sebuah Museum Batik Nasional oleh Presiden Republik Indonesia (Bapak Susilo Bambang Yudhoyono) pada tanggal 12 Juli 2006. Selain Batik Kota Pekalongan juga memiliki potensi usaha di bidang Perikanan dengan Pelabuhan Perikanan Nusantara yang pernah menjadi sentra penghasil ikan terbesar di Indonesia, potensi lainnya adalah adanya Peninggalan Bangunan Bersejarah, Wisata Belanja, Seni Budaya yang religius, Obyek Wisata Pantai Pasir Kencana dan Pantai Slamaran Indah serta Pemandian Air Panas Tirta Bumi. Di Kota Pekalongan. Masyarakat Kota Pekalongan terdiri dari berbagai etnis, dengan mayoritasnya etnis Jawa, ditambah etnis Arab dan China. Sejak dahulu masyarakat Kota Pekalongan yang mayoritas beragama Islam dikenal sangat religius dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Sifat Religius itu terlihat dimana pada hari Jum'at pada umumnya bidang usaha tutup, banyaknya sekolah dan pendidikan non formal yang mengajarkan ajaran Islam serta terpeliharanya Seni dan Budaya Islam. Masyarakat Etnis China yang jumlahnya cukup banyak dan sudah membaur dengan etnis jawa juga melesterikan budaya yang mereka bawa dari nenek moyang nya. Hal ini terlihat dengan adanya rumah-rumah ibadah masyarakat Budha serta seni dan budayanya yang masih dilestarikan. Kehidupan sosial dan ekonomi memacu pertumbuhan berbagai bidang usaha maupun kebutuhan hidup lainnya, termasuk dalam bidang pariwisata. Dengan adanya kebutuhan untuk mendayagunakan semua sumber daya serta meningkatkan pendapatan daerah, memperluas lapangan kerja, kesempatan berusaha serta memperkenalkan potensi wisata, maka Pemerintah Kota Pekalongan perlu meningkatkan program pembangunan pariwisata yang antara lain melalui pengelolaan dan pemanfaatan obyek wisata dan penggalian obyek wisata baru yang sudah ada namun belum dikembangkan.

SEJARAH TERBENTUKNYA PEMERINTAH KOTA PEKALONGAN

Pada Pertengahan abad XIX dikalangan kaum liberal Belanda muncul pemikiran etis - selanjutnya dikenal sebagai politik Etis - yang menyerukan Program Desentralisasi Kekuasaan Administratif yang memberikan hak otonomi kepada setiap Karesidenan (Gewest) dan Kota Besar (Gumentee) serta pembentukan dewan-dewan daerah diwilayah administratif tersebut. Pemikiran kaum liberal ini ditanggapi oleh Pemerintah Kerajaan Belanda dengan dikeluarkannya Staatblaad Nomer 329 Tahun 1903 yang menjadi dasar hukum pemberian hak otonomi kepada residensi (gewest); dan untuk Kota Pekalongan , hal otonomi ini diatur dalam Staatblaad Nomer 124 tahun 1906 tanggal 1 April 1906 tentang Decentralisatie Afzondering van Gemiddelan voor de Hoofplaats Pekalongan ult de Algemenee Geldmiddelan van Nederlandsch Indie Instelling van een Gumeenteraad de dier Plaatse yang berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Pada tanggal 8 Maret 1942 Pemerintah Hindia Belanda menandatangani penyerahan kekuasaan kepada tentara Jepang, Jepang menghapus keberadaan dewan - dewan daerah, sedangkan Kabupaten dan Kotamadya diteruskan dan hanya menjalankan pemerintahan dekonsentrasi.
Proklamasi Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 oleh dwitunggal Soekarno-Hatta di Jakarta, ditindaklanjuti rakyat Pekalongan dengan mengangkat senjata untuk merebut markas Tentara Jepang pada tanggal 3 Oktober 1945. Perjuangan  ini berhasil, sehingga pada tanggal 7 Oktober 1945 Pekalongan bebas dari Tentara Jepang.
Secara Yuridis formal, Kota Pekalongan dibentuk berdasarkan Undang - Undang Nomer 16 Tahun 1950  tentang pembentukan daerah Kota besar dalam lingkungan Jawa Barat/Jawa Tengah/ Jawa Timur dan Daerah Istimewa Jogjakarta. Selanjutnya dengan terbitnya Undang-Undang Nomer 18 Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, maka Pekalongan berubah sebutanya menjadi Kotamadya Dati II pekalongan.
Terbitnya PP Nomer 21 Tahun 1988 tanggal 5 Desember 1989 dan ditindaklanjuti dengan Inmendagri Nomer 3 Tahun 1989 merubah batas wilayah Kotamadya Dati II Pekalongan sehingga luas wilayahnya berubah dari 1.755 Ha menjadi 4.465,24 Ha dan terdiri dari 4 kecamatan, 22 desa dan 24 kelurahan.
Sejalan dengan era reformasi yang menuntut adanya reformasi di segala bidang, diterbitkan PP Nomer 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan PP Nomer 32 Tahun 2004 yang mengubah sebutan Kotamadya Dati II Pekalongan menjadi Kota Pekalongan.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Great HTML Templates from easytemplates.com.